BANDAR LAMPUNG () – Orang tua Murid Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia (SD TMI) Bandar Lampung, merasa kecewa dengan pihak yayasan serta penanggung jawab di sekolah internasional tersebut.

Pasalnya, anaknya IG (9)yang duduk di kelas 4, harus dipindahkan karena menjadi korban kekerasan (Bulli) oleh rekan satu kelasnya. Kejadian tersebut terulang sebanyak empat kali.

Edy Firdiansyah ayah korban, merasa kesal karena kurang sigap dan kurang tegasnya pihak sekolah menyikapi hal buruk yang menimpa anak tunggalnya tersebut.

Menurut Edy, dirinya dan istri tidak pernah diberitahu oleh pihak sekolah ihwal Kekerasan yang berulang pada anaknya, guru kelas dan kepala sekolah justru merahasiakan hal tersebut, hingga pada akhirnya dirinya mengetahui setelah ada pengakuan dari anaknya.

“ Kami curiga kenapa anak ini setiap pulang sekolah kok murung, setelah kami paksa akhirnya dia mengakui apa yang dia alami. Setelah itu kami laporkan ke pihak sekolah. Wali Kelas dan Kepala Sekolah sudah mengakui adanya kekerasan yang dilakukan oleh BM (teman IG) saat sedang dalam lingkungan sekolah. Lalu saya meminta agar pihak sekolah dapat memberikan sangsi kepada GM, agar tidak mengulangi kejadian tersebut, akan tetapi pihak sekolah tidak dapat mengabulkan permohonan saya,” katanya, Senin (01/08).

Atas dasar sikap pihak sekolah yang terkesan melakukan pembiaran dan memihak pelaku, Edy memutuskan untuk melaporkan kejadian ini pada dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, agar dapat memberikan tindakan atau sangsi kepada pihak sekolah.

“ Karena tidak ada respon dari pihak sekolah, saya sudah laporkan kejadian ini kepada Dinas Pendidikan supaya kami mendapatkan keadilan,” tambahnya.

Sementara itu, pihak sekolah SD TMI Ketua Yayasan Henni Zalra S.Pd, dan Kepala Sekolah Sumami M.Pd, serta wali kelas Prapti Winarsih S.Pd menerangkan bahwa kejadian tersebut memang benar dilakukan oleh muridnya, akan tetapi dirinya membantah jika pihak sekolah melakukan pembiaran.

” Saya sebagai wali kelas mengetahui hal tersebut, dan sudah saya selesaikan antara keduanya. Kenapa tidak langsung saya laporkan ke orang tuanya, karena saya masih mengamati, karena saya berfikir ini bisa terjadi pada anak-anak,” terang wali kelas.

Sementara kepala sekolah mengatakan, bahwa tidak tercapainya kesepakatan antara orang tua IG dan sekolah terkait sangsi yang harus diberikan kepada pelaku, sudah merujuk dan sesuai aturan yang ada di sekolah elit ini.

” Paska kejadian berulang, namun kami tidak bisa mengabulkan permintaan orang tua IG untuk melakukan skorsing selama satu minggu kepada BM, karena kami anggap ada tahapannya dan ini aturan disekolah kami ,” ujar kepala sekolah.

Sementara ketua Yayasan membantah bahwa dirinya telah mengistimewakan BM karena ibu nya merupakan ketua Komite sekolah.

” Saat itu saya salah menyebut nama saat memohon maaf, jadi tidak benar jika kami melakukan hal tersebut,” tandasnya. (TIM)