Permasalahan harta seakan-akan menjadi sebuah permasalahan yang tiada henti dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun juga kita tetap butuh harta sebagai bekal dan tetap waspada terhadap fitnahnya. Saat ini banyak orang yang tidak peduli lagi dalam mencari rezeki, apakah dari yang halal atau dari yang haram. Hingga muncul bahwa semua kebahaagiaan hidup, kesuksesan ditentukan dan diukur dengan harta. Padahal kekayaan yang hakiki bukanlah harta, jabatan namun harta yang hakiki adalah memiliki hati yang tenang, menepati janji, tidak menyakiti saling membantu ketika diamanahkan harta yang lebih, mewah maka harta tersebut untuk digunakan Rahmatan Lil ‘Alamin.
Kini kita mendengar miris seorang rektor universitas dimana untuk masuk ke universitas tersebut menggunakan fulus, kita tahu dunia pendidikan adalah wadah untuk mendidik anak bangsa namun diciderai dengan suap sehingga anak bangsa yang masuk sudah dididik dengan ptaktik kurang baik. Praktik suap menyuap didalam Islam hukumnya haram berdasarkan dalil-dalil syar’i berupa Alqur’an, hadits, dan ijma’ para ulama. Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan disuap dalam masalah hukum. Hal ini terkandung didalamnya banyak unsur kedzoliman seperti menzolimi hak orang lain, mengambil sesuatu yang bukan haknya, menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Jadi seringkali orang tidak faham dan tidak bisa membedakan antara suap menyuap dengan hadiah. Secara mendasar perbedaan antara suap menyuap dan hadiah dapat ditinjau dari dua sisi diantaranya: ditinjau dari hukum syariat, dari segi hukum syariat hadiah sangat dianjurkan karena pemberian hadiah merupakan sarana mempererat tali silaturahim sesama, adapun suap menyuap hukum asalnya adalah haram, ditinjau dari tujuan atau maksud. sedangkan hadiah bertujuan untuk beribadah ikhlas kepada Alloh SWT semata dalam mempererat ukhuwah. Adapun suap menyuap tujuan bukan karena Alloh SWT melainkan ada udang dibalik batu dari pemberian tersebut seperti membatalkan yang hak, merealisasikan kezoliman, mencari keuntungan pribadi atau kelompok.
Seakan kini kita semua mengetahui bahwa bumi pertiwi sedang berduka dari musibah akibat ulah manusianya sendiri. Musibah baik alam maupun penurunan/degradasi moralitas silih berganti. Dalam firman Alloh SWT yang artinya telah tampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia;Alloh menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah Muhammad, “bepergianlah dibumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan Alloh. (Qs.ArRum:41-42).
Penurunan/degradasi moralitas anak bangsa dari segi hukum, agama, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan sedang diuji. Kita mengetahui kasus seorang pejabat polisi FS yang tidak pantas untuk dicontoh dari pembunuhan sampai bisnis yang menggurita. Firman Alloh yang artinya Hai orang-orang yang beriman , taatilah Alloh dan taatilah RasulNya dan ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Alloh SWT (Alqur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh SWT dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. (Qs.An-Nisa:59).
Harta itu merupakan ujian, titipan dan dapat dihormati. Seperti dijelaskan surat At-Taghabun ayat 15 yang artinya “Sesungguhnya hartamu dan anakmu-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Ketika Nabi Muhammad SAW tengah menderita sakit dan menjelang ajalnya beliau hanya memiliki uang tujuh dinar khawatir kalau sampai meninggal dunia uang tersebut masih berada ditangannya, Nabi Muhammad SAW menyuruh menyedekahkan seluruh uang itu kepada fakir miskin.
Dengan konsep yang sudah diajarkan Nabi Muhammad SAW bumi pertiwi tidak akan ada kelaparan, kesulitan dan berhutang ke IMF karena bumi pertiwi kaya dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cerdas serta dengan saling mmbantu bukan memperkaya diri dengan jabatannya dan kekuasaannya.
Berusaha mencari harta yang halal dengan mengerahkan segala potensi yang kita miliki merupakan perintah Alloh SWT kepada setiap hambaNya karena prinsipnya manusia akan mendapatkan melainkan apa yang dia usahakan. Orang yang menimbun harta juga diancam neraka memperkaya diri sendiri serta selalu menghitung-hitung harta kekayaannya.. Hal itu karena sangat cinta dan senangnya kepada harta seakan-akan tidak ada kebahagiaan dan kemuliaan dalam hidup kecuali harta. Karena kecongkakannya lupa dan tidak sadar bahwa maut selalu mengintainya, tidak memikirkan apa yang akan terjadi sesudah mati dan tidak merenung apa-apa yang akan terjadi atas dirinya. Dari Abu Hurairah bahwa Rasullullah SAW bersabda Hakikat kaya bukan dari banyaknya harta namun kekayaan hati. “HR Bukhari”.
Adapun untuk menghadapi penurunan/degradasi moralitas, kita ingat wasiat Umar Bin Khattab yaitu : bila engkau menemukan celah pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu karena celahmu lebih banyak darinya. Bila engkau ingin memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu , karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut, bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Alloh, karena tiada seorang manusia lebih banyak memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Alloh. Jika ingin meninggalkan sesuatu tinggalkanlah kesenangan dunia, sebab apabila engkau meninggalkannya bersrti engkau terpuji. Bila engkau bersiap untuk sesuatu maka bersiaplah untuk mati karena jika enfkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi dan penyesalan. Bila engkau ingin menuntut sesuatu maka tuntutlah akhirat karena engkau tidak akan memperoleh kecuali dengan mencarinya.